Waris ( Faroidh)
undefined
undefined
A.
PENGERTIAN
WARIS (FAROIDH)
Warisan atau sering disebut dengan harta
warisan adalah harta (kekayaan) yang di tinggalkan oleh orang yang meninggal
dan akan dibagikan kepada orang- orang (keluarga) yang telah di tinggalkanya.
Adapun didalam syariat islam dikenal
dengan kata faroidh, faroidh adalah jamak dari faridhoh. Faridhoh diambil dari kata fardh yang artinya
taqdir (ketentuan).Faroidh secara syar'ie adalah bagian yang telah
ditentukan bagi ahli waris. Ilmu mengenai hal itu dinamakan ilmu waris ('ilmu
miirats) dan ilmu Faroidh.
B.
AYAT
AL- QUR’AN YANG BERKAITAN DENGAN WARIS
- SURAT AL- AHZAB AYAT 6
Artinya
: “Nabi itu (hendaknya)
lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan
isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan
darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah
daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu
berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu Telah
tertulis di dalam Kitab (Allah).”
- SURAT AN- NISA AYAT 1
Artinya
:
“Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan Mengawasi kamu.”
- Surat An- Nisa ayat 7
Artinya :
“Bagi orang laki-laki
ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.”
- Surat An- Nisa ayat 11
Artinya
:
“Allah mensyari'atkan
bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang
anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua Maka
bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
C.
RUKUN WARIS
1.
Pewaris (al-waarits) ialah orang yang mempunyai hubungan
penyebab kewarisan dengan mayit sehingga dia memperoleh kewarisan.
2.
Orang yang mewariskan (al-muwarrits): ialah mayit itu sendiri, baik nyata maupun dinyatakan mati secara hukum,
seperti orang yang hilang dan
dinyatakan mati.
3.
Harta yang diwariskan (al-mauruuts): disebut pula peninggalan dan warisan.
Yaitu
harta atau hak yang dipindahkan dari yang mewariskan kepada pewaris.
D.
SEBAB-SEBAB MEMPEROLEH WARISAN
1. Nasab Hakiki (kerabat yang sebenarnya), firman Allah SWT: "Orang-orang yang
mempunyai hubungan kerabat itu sebagian lebih berhak terhadap sesamanya daripada
yang bukan kerabat di dalam Kitab Allah (S.8 : 75)
2.
Nasab Hukumi (wala = kerabat karena memerdekakan), sabada
Rosululloh saw:"Wala itu adalah kerabat seperti kekerabatan karena
nasab" (HR Ibnu Hibban dan Al-Hakim dan dia menshahihkan pula).
3. Perkawinan yang Shahih, firman Allah SWT:
Dan bagimu seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu. (An-Nisaa' ayat 12)
E.
SYARAT-SYARAT PEWARISAN
1.
Kematian orang yang mewariskan, baik kematian
secara nyata ataupun kematian secara hukum, misalnya seorang hakim memutuskan
kematian seseorang yang hilang. Keputusan tersebut menjadikan orang yang hilang
sebagai orang yang mati secara hahiki, atau mati menurut dugaan seperti
seseoran memukul seorang perempuan yang hamil sehingga janinnya gugur dalam
keadaan mati; maka janin yang gugur itu dianggap hidup sekalipun hidupnya itu
belum nyata.
2.
Pewaris itu hidup setelah orang yang mewariskan mati, meskipun
hidupnya itu secara hukum, misalnya kandungan. Kandungan secara hukum dianggap
hidup, karena mungkin ruhnya belum ditiupkan.
Apabila tidak diketahui bahwa pewaris itu hidup sesudah orang yang mewariskan
mati, seperti karena tenggelam atau terbakar atau tertimbun; maka di antara
mereka itu tidak ada waris mewarisi jika mereka itu termasuk orang-orang yang
saling mewaris. Dan harta masing- masing mereka itu dibagikan kepada ahli waris
yang masih hidup.
3.
Bila tidak ada penghalang yang menghalangi
pewarisan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
agus mulyadi. Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment