Konflik Kerja
A.
A. DEFINISI KONFLIK KERJA
Konflik
biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah
komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.
Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik
antara dua atau lebih pihak.Konflik organisasi ( organizational conflict )
adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau kelompok –
kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus
membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja
dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan,
nilai atau persepsi.Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa
yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya,orang lain,organisasi dengan
kenyataan apa yang diharapkannya.
Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3
sudut pandang, yaitu :
1) Pandangan
tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang di inginkan dan
berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2) Pandangan
perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang
biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik
fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).
3)
Pandangan
Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat
terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
B.
B. JENIS-JENIS KONFLIK KERJA
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
- Konflik dalam diri individu,
yang terjadi bila seorang individu
menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk
melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau
bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
- Konflik antar individu dalam organisasi yang sama,
dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan
kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti
antara manajer dan bawahan ).
- Konflik antar individu dan kelompok,
yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai
contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya
karena melanggar norma – norma kelompok.
- Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama,
karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
- Konflik antar organisasi,
yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem
perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan
produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan
sumber daya lebih efisien.
C.
C. PENYEBAB KONFLIK
Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang
melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang
disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori,
yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi. Komunikasi
yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak
yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan
bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan
dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi
kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
Struktur. Istilah
struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok,
kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan
tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan
antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat
spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar
kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik.
Penyebab konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang
meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies)
dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe
kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan
menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.
Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para
karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam
kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan
(perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional,
dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka
konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya,
konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah
menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam
bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain,
serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
D. D. STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Mengendalikan konflik berarti menjaga tingkat konflik yang kondusif bagi
perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan
dinamika organisasi yang optimal.
Namun bila konflik telah terlalu besar dan disfungsional, maka perlu
diturunkan intensitasnya, antara lain dengan cara:
1)
Mempertegas
atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di
antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai
suatu unit kerja saja.
2) Meminimalkan
kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara
unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator
dari dua atau lebih unit kerja.
3) Memperbesar
sumber-sumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta
anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
4) Membentuk
forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama.
Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan
permasalanhannya atas dasar kepentingan yang sama
5) Membentuk
sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan
mendengarkan dan membuat keputusan.
6) Pelembagaan
kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak
yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
7) Meningkatkan
intensitas interaksi antar unit-unit kerja,dengan demikiandiharapkan makin
sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan
untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
8) Me-redesign
kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang
dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.
12:19
|
Labels:
MANAJEMEN
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
agus mulyadi. Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment