Persepsi dan Pengambilan Keputusan
A. Persepsi
1.
Konsep
Dasar Persepsi
Persepsi menurut para ahli, merupakan proses
pemberian arti oleh seorang individu terhadap lingkungannya. Persepsi juga
diartikan sebagai suatu proses melalui mana seseorang menerima, mengorganisasi
dan menginterpretasi informasi dari lingkungannya[1].
Pengertian diatas menyatakan bahwa setiap individu
memberi arti pada suatu obyek (stimulus) yang dihadapi. Namun, setiap
individu berbeda dan kadang menyimpang dalam melihat suatu obyek yang sama.
Perbedaan dan penyimpangan persepsi terhadap sesuatu objek muncul sebagai
akibat dari banyaknya stimulasi/informasi yang masuk pada pancaindra
(kesadaran) seseorang, yang sumber informasinya berasal dari suatu objek,
peristiwa, atau seseorang.
2.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Persepsi
Apa
yang diperhatikan seseorang dapat berbeda dengan apa yang diperhatikan orang
lain. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada dalam diri orang yang
mempersepsi, faktor yang berada dalam obyek yang sedang dipersepsi, dan faktor
situasi.
Menurut
Stephen P.Robbin, faktor yang berada dalam diri yang mempersepsi (perceiver)
berupa attitude, motive, interest, experience, dan expectation. Kemudian,
faktor yang berada dalam objek yang dipersepsi (target) berupa novelty, motion,
sounds, size, backround,dan proximit. Dan faktor yang berada dalam situasi
berupa bentuk, work setting, dan social setting[2].
Lebih jelasnya terlihat seperti dalam gambar dibawah ini:
a.
Faktor
yang Berada dalam Situasi
Suatu
objek yang dipersepsi senantiasa berada dalam satu situasi waktu dan lingkungan
(social, kerja, atau lainnya). Situasi tersebut dapat mempengaruhi persepsi
pada objek, peristiwa, atau orang.
Kemudian,
work setting yang berupa ruang/lingkungan kerja juga turut berpengaruh. Work
setting dipabrik berbeda dengan work setting di kantor manajer. Ruang kantor
menjadi stimulus yang dengan berbagai peralatannya dan orang-orang yang berada
dalam kantor tersebutberpakaian rapi dapat mempersepsi bahwa pekerjaan dkantor
tersebut bergaji besar dan menyenangkan. Padahal, kenyataannya bias sebaluknya.
Sedangkan,
social setting mengacu kepada suatu peristiwa, misalnya ditempat
beribadah, dalam acara wisuda, dalam acara pesta, atau dalam suatu rapat
tertentu. Seorang yang berada ditempat ibadah dapat dipersepsi sebagai orang-orang
baik.
b.
Faktor
Orang yang Mempersepsi (Perceiver)
Faktor
yang berada dalam diri yang mempersepsi (Perceiver) meliputi sikap,
motif, interest, experience, dan
expectation. Sikap berarti pernyataan evaluatif. Sikap dapat
dipengaruhi oleh nilai yang dianut seseorang-berupa sikap positif atau negatif,
dan senang atau tidak senang-terhadap suatu objek yang dapat mempengaruhi
persepsi.
Motif
sebagai suatu keinginan atau kebutuhan seseorang pun dapat memperngaruhi
persepsi. Misalnya, seseorang yang memiliki kekuasaan yang tinggi mempersepsi
jabatan kepemimpinann yang dia emban untuk memaksa bawahan berperilaku seperti
apa yang dia inginkan. Lain halnya, dengan orang yang mempunyai motif
aktualisasi yang tinggi , ia menganggap jabatan tersebut sebagai tugas untuk
meningkatkan produksi.
Interest
sebagai
sesuatu yang sangat diperhatikan seseorang dapat diperngaruhi oleh pengalaman
atau latar belakang orang tersebut[3].
Seseorang akan mempersepsi sesuatu yang berbeda dengan orang, tergantung pada
interest yang dimiliki orang tersebut.
Experience
atau pengalaman dapat mempengaruhi salah satu segi dari suatu objek atau
peristiwa yang sangat diperhatikan oleh seseorang. Mialnya, seseorang yang
sering ditipu atau dibohongi orang lain akan mempersepsi maksud baik orang lain
sebagai suatu penipuan. Padahal, kenyataanya tidak demikian. Dan selanjutnya
ialah expectation atau harapan-harapan seseorang terhadap sesuatu akan
dapat mempengaruhi persepsi.
c. Faktor yang Berada dalam Objeck
(Targets)
Faktor
yang berada dalam objek yang dipersepsi terdiri dari novelty (kebaruan),
motion (gerak), sound (suara), size (ukuran), backround
(latarbelakang), dan proximity (kedekatan).
Novelty
(kebaruan) yaitu sesuatu yang baru akan lebih diperhatikan dan menjadi dasar
hukum dalam pemaknaan. Sesuatu yang baru dapat dipersepsi lebih bagus daripada
sesuatu yang lama.
Motion
(gerak)
dapat mempengaruhi persepsi. Gerakan dapat mempengaruhi perhatian. Sound
(nada) dapat mempengaruhi persepsi dalam suatu hal. Misalnya seseorang yang
berbicara dengan keras dipersepsikan sebagai orang yang kasar.
Beberapa
objek yang secara fisik memiliki kedekatan (proximity) cenderung sering
dinyatakan sama, sejenis, atau kelompok. Misalnya, beberapa kejadian yang
memiliki kedekatan waktu cenderung dipersepsikan berkaitan. Padahal,
kenyataannya tidak berkaitan. Backround (latarbelakang) dapat
mempengaruhi persepsi. Ini akibat perhatian pada latar belakang suatu objek
yang berbeda.
d. Persepsi terhadap Orang Lain
Secara
lebih spesifik, penyimpanan persepsi pada manusia dapat terjadi dalam beberapa
bentuk yang, menurut Stephen P.Robbin terdiri dari :
- Stereotyping, yaitu penilaian yang diberikan oleh seseorang ke orang lain berdasarkan ciri-ciri spesifik yang memiliki kelompok dimana orang tersebut berasal.
- Hallo Effect, yaitu memberikan kesan umum untuk seseorang didasarkan pada satu ciri pribadi.
- .Projection, yaitu menyimpulkan seseorang berdasarkan cirri yang dimiliki oleh orang yang mempersepsi.
- Selective Perseption, yaitu seseorang yang melihat sesuatu ,pada kepentingan, latar belakang, harapan-harapan.
3.
Penyimpangan
Persepsi
Sebagaimana
dijelaskan diatas, selain persepsi dapat mempengaruhi perilaku, ada juga
kemungkinan terjadinya penyimpangan persepsi dalam berbagai bentuk. Oleh karena
itu, di bawah ini ada beberapa hal yang dapat digunakan untuk mengatasi
penyimpangan persepsi[4] :
a.
Menyadari kapan faktor perceptual
dapat mempengaruhi persepsi seseorang.
b.
Mencari informasi lain untuk
mengonfirmasi yang kita tangkap.
c. Melurusakan persepsi seseorang
melalui meminta umpan balik ketika mereka mempersepsi suatu situasi yang
menyimpang.
d.
Menghindari
penyimpangan-penyimpangan yang umum terjadi seperti stereotype, hallo effect,
dan lain-lain.
e. Menghindari terjadinya
pengatribusian yang salah dengan cara menganalisis berbagai faktor yang dapat
mengakibatkan kesalahan dalam pengatribusian.
B.
Pengambilan
Keputusan
1.
Konsep
Dasar Pengambilan Keputusan
Fred
Luthans dalam bukunya Perilaku Organisasi menyebutkan bahwa
pengambilan keputusan didefinisikan secara universal sebagai
pemilihan alternatif. Pendapat yang senada diungkapkan
oleh Chester Barnard dalam The Function of the Executive
bahwa analisis komprehensif mengenai pengambilan
keputusan disebutkan sebagai suatu “proses keputusan merupakan teknik untuk
mempersempit pilihan”. Sementara dalam bahan ajar DR.
Mohammad Abdul Mukhyi, SE., MM bahwa membuat keputusan adalah
“The process of choosing a course of action for dealing with a
problem or opportunity”[5].
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan erat kaitannya
dengan pemilihan suatu alternatif untuk menyelesaikan atau
memecahkan masalah serta memperoleh kesempatan.
Herbert
Simon, ahli teori keputusan dan organisasi mengonseptualisasikan tiga tahap
utama dalam proses pengambilan keputusan yaitu :
a. Aktivitas intelegensi, yaitu
penelusuran kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan
keputusan.
b.
Aktivitas desain, yaitu
terjadi tindakan penemuan, pengembangan dan analisis masalah.
c. Aktivitas memilih,
yaitu memilih tindakan tertentu dari yang tersedia.
2.
Fungsi
dan Tujuan Pengambilan Keputusan
a.
Fungsi
pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan dari
cara pemecahan masalah mempunyai fungsi antara lain sebagai berikut :
1) Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional.
2) Sesuatu yang bersifat futuristik, artinya menyangkut dengan hari
depan/masa yang akan datang, dimana efeknya atau pengaruhnya
berlangsung cukup lama.
b.
Tujuan
pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua yaitu :
1)
Tujuan
bersifat tunggal yaitu tujuan
pengambilan keputusan yang bersifat
tunggal terjadi apabila yang dihasilkan hanya menyangkut satu
masalah artinya sekali diputuskan dan tidak akan ada kaitannya
dengan masalah lain.
2)
Tujuan
bersifat ganda yaitu tujuan
pengambilan keputusan yang bersifat
ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut
lebih dari satu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang
diambil itu sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih yang
bersifat kontradiktif atau bersifat tidak kontradiktif.
3. Langkah
dalam Pengambilan Keputusan
Langkah-langkah dalam pengambilan
keputusan terdiri dari :
- Tahap Identifikasi
adalah
tahap pengenalan masalah atau kesempatan muncul
dan diagnosis dibuat. Sebab tingkat diagnosis tergantung dari
kompleksitas masalah yang dihadapi[6] .
- Tahap pengembangan
adalah
merupakan aktivitas pencarian prosedur atau solusi standar
yang ada atau mendesain solusi yang baru. Proses desain ini
merupakan proses pencarian dan percobaan di mana pembuat keputusan hanya mempunyai ide solusi ideal yang tidak jelas.
- Tahap seleksi
Tahap
ini pilihan solusi dibuat, dengan tiga cara pembentukan seleksi
yakni dengan penilaian pembuat keputusan : berdasarkan pengalaman atau intuisi, bukan analisis logis, dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis, dan dengantawar-menawar saat seleksi
melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver
politik yang ada. Kemudian keputusan diterima secara formal
dan otorisasi dilakukan.
4. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengambilan keputusan yaitu :
- Internal Organisasi seperti ketersediaan dana, SDM, kelengkapan peralatan, teknologi dan sebagainya.
- Eksternal Organisasi seperti keadaan sosial politik, ekonomi, hukum dan sebagainya.
- Ketersediaan informasi yang diperlukan.
- Kepribadian dan kecapakan pengambil keputusan
5.
Gaya pengambilan keputusan
Terdapat pendekatan lain untuk perilaku
pengambilan keputusan berfokus pada gaya yang digunakan manajer
dalam memilih alternatif[7]. Ada empat gaya pengambilan keputusan yaitu :
a.
Gaya Direktif
Pembuat keputusan gaya direktif mempunyai
toleransi rendah terhadap ambiguitas dan berorientasi
pada tugas dan masalah teknis. Pembuat keputusan ini
cenderung lebih efisien, logis, pragmatis, dan sistematis dalam memecahkan masalah. Pembuat keputusan direktif juga berfokus pada fakta dan menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat.
b.
Gaya Analitik
Pembuat keputusan gaya analitik mempunyai
toleransi yang tinggi untuk ambiguitas dan tugas yang
kuat serta orientasi teknis. Jenis ini suka menganalisis
situasi; pada kenyataannya, mereka cenderung terlalu menganalisis
sesuatu. Mereka mengevaluasi lebih banyak informasi dan alternatif daripada
pembuat keputusan direktif.
c.
Gaya Konseptual
Pembuat gaya konseptual mempunyai toleransi
yang tinggi untuk ambiguitas, orang yang kuat dan peduli
pada lingkungan sosial. Mereka berpandangan luas dalam
memecahkan masalah dan suka mempertimbangkan banyak
pilihan dan kemungkinan masa mendatang. Pembuat keputusan
ini membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk
mendapat sejumlah informasi dan kemudian mengandalkan
intuisi dalam mengambil keputusan.
d.
Gaya Perilaku
Pembuat keputusan gaya perilaku
ditandai dengan toleransi ambiguitas yang
rendah, orang yang kuat dan peduli lingkungan sosial. Gaya ini cenderung bekerja dengan baik dengan orang lain dan menyukai situasi
keterbukaan dalam pertukaran pendapat yakni cenderung menerima
saran, sportif dan bersahabat serta menyukai informasi verbal
daripada tulisan.
6.
Tanggung
Jawab Pengambilan Keputusan
Seorang
pengambil keputusan (decision maker) harus memenuhi berbagai syarat,
terutama syarat intelektual dan mental, untuk dapat mengambil keputusan secara
bertanggung jawab.
Pertama
ia harus dapat membedakan antara responsibility for desiding atau
tanggung jawab untuk mengambil keputusan, dan responsibility for doing,
atau tanggung jawab untuk melakukan[8].
[1] Marihot Tua Efendi
Hariandja, Perilaku Organisasi, (Bandung : UNPAR Press, 2005), hal.71.
[2] Ibid., hal.72
[3] Ibid., hal.74.
[4] Thoha,Miftah, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001),
hal. 81
[5]
Luthans F, Perilaku Organisasi Edisi 10, ( Yogyakarta : Andi, 2006), hal. 52.
[6] Luthans F, Perilaku Organisasi...,
hal. 54
[7] Setiadi,. Business Economics and Managerial Decision
Making, (Jakarta : Kencana, 2008),
hal.78
[8] Prajudi Atmosudirdjo. Pengambilan
Keputusan (decisions making),Cetakan kedelapan (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1987), hal.76.
12:29
|
Labels:
MANAJEMEN
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
agus mulyadi. Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment