X-Steel - Alternate Select

Zakat Aset Keuangan

A.      Latar Belakang Masalah
Zakat adalah satu rukun yang bercorak social-ekonomi dari lima rukun islam. Dengan dikeluarkannya zakat dapat membersihkan dan mensucikan harta dari hal-hal yang bathil, sesuai dengan firman Alla swt :



    "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. At-Taubah:103)


Dewasa ini, pembahasan mengenai zakat menjadi semakin kompleks seiring dengan perkebangan zaman. Hal ini, terutama terkait dengan masalah zakat asset keuangan dengan bentuk yang berbeda dengan apa yang ada dahulu. Misalnya muncul senuah pertanyaan, apakah harta dalam bentuk investasi itu wajib dizakati atau tidak. Untuk  itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai zakat asset keungan yang mencangkup zakat harta tunai, mahar, investasi keuangan, dan tabungan/deposito .

B.       Zakat Asset Keungan
Kekayaan (amwal) merupakan bentuk jamak dari kata mal adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia menyimpan dan memilikinya. Ibnu Asyr mengatakan, kekeayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian  berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki[1].
Menurut ulama-ulama mazhab Hanafi, kekayaan adalah segala yang dapat dipunyai dan digunakan atau diambil manfaatnya. Seperti tanah, binatang, barang-barang perlengkapan , dan uang. Ibnu Najm mengatakan, kekayaan sesuai yang ditegaskan oleh ulama-ulama Ushul Fikih, adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan untuk keperluan dan hal itu terutama menyagkut yang konkrit.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan kekayaan adalah sesuatu yang berwujud dan itu yang terkena kewajiban zakat. Yang termasuk dalam zakat asset keungan diantaranya ialah harta tunai, mahar, investasi keuangan, dan tabungan/deposito.

1.      Zakat Harta Tunai
Harta artinya suatu barang yang dimiliki dipunyai oleh seorang, suatu badan, ataupun suatu perusahaan. Pada umumnya harta yang wajib dikeluarkan zakatya adalah harta yang mengandung perkembangan (tumbuh/ nammi) dan telah  mencapai nisab[2].Yang termasuk dalam harta tunai diantaranya ialah uang, emas, dan perak.
Ulama fiqih berpendapat  emas dan perak wajib dizakati jika cukup nishabnya. Menurut pendapat mereka, nishab emas adalah dua puluh mithqal. Nishab perak adalah dua ratus dirham. Mereka juga memberi syarat, yaitu berlalunya waktu satu tahun dalam keadaan nishab, juga jumlah yang wajib dikeluarkan ialah dua setengah persen (2,5%)[3].
Empat mazhab : emas dan perak wajib dizakati jika dalam bentuk batangan, begitu juga dalam bentuk uang. Syafi’I, Maliki, dan Hanafi: uang kertas tidak wajib dizakati, kecuali telah dipenuhi semua syarat, antara lain yaitu telah sampai nishabnya dan telah berlalunya waktu satu tahun. Hambali : uang kertas tidak wajib dizakati, kecuali jika ditukar dalam bentuk emas adan perak.

2.      Zakat Piutang
Persoalan yang ada terkait dengan piutang ialah masalah siapa yang wajib mengeluarkan zakat atas harta pinjaman tersebut, apakah zakatnya wajib kepada orang yang meminjamkan atas dasar bawa ia aalah pemilik sebenarnya ataukah kepada orang yang meminjam dengan dasar bahwa dialah yang menggunakan memperoleh keuntungan atas pinjaman tersebut.
Para ahli fiqh berpendapat bawa pinjaman itu ada dua macam;
a.       Pinjaman yang munngkin kembali, yaitu pinjaman yang jelas dari orang yang berkecukupan. Dalam hal ini zakatnya dimajukan bersama dengan kekayaan yang ada setiap tahun[4].
b.      Pinjaman tang tidak mungkin kembali lagi, yaitu pinjaman dari orang yang tidak berkecukupan, atau pada orang yang tidak mau mengakui hutangnya sedangkan pemilik tidak mempunyai bukti. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat:
1)      Menurut Ali dan Ibnu Abbas, orang itu mengeluarkan zakatnya untuk selama tahun-tahun kekayaan ditangannya.
2)      Menurut Hasan dan Umar bin Abdul Aziz, Ia mengeluarkan zakatnya untuk satu tahun saja. Dan  pendapat Maliki ini belaku untuk semua pinjaman.
3)      Menurut Abu Hanifah, ia tidak mengelurakan zakatnya.

3.      Zakat Perhiasan
Para ulama telah sepakat bahwa tidak wajib zakat pada intan, berlian, mutiara dan batu-batu permata lainnya kecuali apabila diperjualbelikan. Apabila semua perhiasan tersebut diperdagangkan maka wajiblah zakat dikeluarkan.
Adapun mengenai perhiasan wanita berupa emas dan perak, terdapat perbedaan pendapat. Abu Hanifah dan Abu Hazmin mengatakan wajib zakat apabila telah mencapai nishab[5]. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Amar bin Syu'aib yang diterima dari bapaknya dari kakeknya, katanya: "Telah datang dua orang wanita yang memakai gelang emas di tangannya kepada Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW berkata kepada mereka: "Apakah kamu ingin dibelitkan Allah pada tangan kalian pada hari kiamat nanti gelang-gelang dari api neraka?" Tidak, jawab mereka. Nabi pun berkata, "Jika demikian, keluarkanlah zakat barang yang ada ditangan kalian ini!". Adapun ketiga Imam lainnya, mereka berpendapat bahwa tidak wajib zakat pada perhiasan-perhiasan wanita, berapapun banyaknya.

4.      Zakat Mahar
Abu Hanifah berpendapat bahwa mahar bagi wanita itu tidak wajib dikeluarkan zakatnya, kecuali jika telah diterima karena ia merupakan ganti dari sesuatu yang bukan berbentuk harta, sehingga tidak wajib zakat sebelum diterima sama halnya seperti piutang atau tebusan dari budak yang hendak membebaskan diri.
Sedangkan menurut Syafi'i, wanita itu wajib mengeluarkan zakat mahar jika telah cukup haul (satu tahun). Ia harus mengeluarkan zakat dari keseluruhannya pada akhir tahun, sekalipun ia belum dicampuri (jima') oleh suaminya. Tidak ada pengaruh atau bedanya, apakah mahar itu mungkin gugur seluruhnya dikarenakan fasakh, murtad atau lainnya, atau separuhnya karena sebab perceraian[6].
Bagi golongan Hanbali mahar itu menurut pengakuan, merupakan piutang kepada wanita, maka hukumnya menurut mereka adalah seperti piutang. Jika terhadap orang yang mampu, wajib dikeluarkan zakatnya dan bila telah diterimanya hendaklah dikeluarkan zakatnya untuk masa yang telah lalu. Apabila terhadap orang miskin dan yang tidak mengakui maka pendapat yang lebih kuat menurut Khiraqi ialah wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak ada bedanya apakah sebelum atau sesudah campur (jima').

5.      Zakat Investasi Keuangan
Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak, dll.
Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi maka zakat investasi lebih dekat ke zakat pertanian. Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qordhowi, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdurahman Hasan, dll.
Dengan demikian zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10% untuk penghasilan bersih[7].

6.      Tabungan/Deposito
Siapa yang mempunyai harta cukup nisab kemudian harta itu berkembang, baik karena keuntungan/ bagi hasil atau sebab lain seperti, warisan, hibah, gaji atau bonus, maka maka wajib zakat dan cukup haulnya. Ulama kontemporer seperti Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya “Fiqh az-Zakat” menjelaskan zakat wajib dikeluarkan termasuk zakat tabungan jika sudah cukup nishabnya (85 gram emas) dan mencapai setahun (haul). Semua harta (termasuk tabungan) jika sudah berlalu satu tahun maka wajib zakat jika sudah cukup nishab 85 gram emas. Meskipun tahun lalu sudah berzakat tidak hanya bagi hasil saja. Sebab harta dizakati setiap tahunnya.
Demikian halnya apabila seseorang memiliki harta dan sudah 1 tahun mencapai nishab senilai 85gr emas dalam wujud investasi/tabungan maka wajib untuk dizakati menurut mayoritas para imam Mazhab.

C.      Analisis
Dari pembahasan diatas, penulis dapat memberikan analisis terkait zakat asset keuangan, sebagai berikut:

1.      Zakat Harta Tunai
Harta Tunai yang wajib dizakati diantaranya ialah emas, perak, dan uang. Emas dan perak selain perhiasan, wajib dizakati apabila telah mencapai haul dan nisabnya. Haul emas dan perak adalah satu tahun dan nisab emas adalah 20 misqal (93,6 gram) sedangkan perak 200 dirham (624gram) dan kadar zakat jeduanya ialah 2,5 %.
Sedangkan untuk uang hukumnya juga wajib apabila telah mencapai haul dan nisabnya sebagaimana haul dan nisab emas.

2.      Zakat Piutang
Orang yang mempunyai piutang banyaknya sampai satu nisab dan masanya telah sampai satu tahun maka wajib dizakati dan mekeluarkan zakatnya. Nisab piutang adalah apabila telah mencapai nisab emas.

3.      Zakat Perhiasan
Pehiasan tidak wajib dizakati apabila dimanfaatkan untuk dipakai. Namun, bila perhiasan tersebut dijadikan simpanan, atau tidak dimanfaatkan untuk dipakai maka pehiasan tersebut wajib dizakati, apabila telah mencapai haul dan nisab emas.

4.      Zakat Mahar
Mahar itu wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah sampai satu tahun (mencapai haul) dan telah mencapai nisab. Nisabnya disamakan dengan seharga nisab emas.

5.      Zakat Investasi Keuangan
Zakat Investasi dikeluarkan atas harta yang diperoleh dari hasil investasi. Modal yang digunakan untuk investasi tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi, apabila keuntungan yang diperoleh dalam satu tahun telah mencapai senilai nisab emas maka wajib dizakati. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10% untuk penghasilan bersih.

6.      Zakat Tabungan dan Deposito
Sebagaimana asset keuangan yang lain, asset dalam bentuk tabungan dan deposito juga wajib dizakati apabila telah mencapai haul dan nisabnya.



[1] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Cetakan kedua, (Jakarta : Litera Antarnusa, 1991), hal.123.
[2] Zakiyah Drajat, Zakat Pembersih Hati dan Jiwa, cetakan ketujuh, (Jakarta : Ruhama, 1996), hal.23
[3] M. Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta : Lentera, 2008), hal. 325
[4] Ibid., hal. 135.
[5] http://zakatwatch1430.blogspot.com/2010/05/zakat-piutang.html
[6] http://zakatwatch1430.blogspot.com/2010/05/zakat-mahar-maskawin.html
[7] http://ikatanwargaislaminalun.com/index.php.

0 comments:

agus mulyadi. Powered by Blogger.

iklan